Filosofi Batang
Segaris kayu kurus
bersandar ringkih dipunggung tembok
Rupanya yang cokelat
usang nampak tua dan lara
Kasihan dan melas
memang patut tersandang disekujurnya
Apa pula yang bisa
diperbuat oleh sebatang itu?
Satu kalimat terlempar
padanya dengan tanda tanya yang meringis remeh
Dia memang tak berarti,
sepi dan garing
Tak tega, waktu
menengoknya seraya membangun filosofi klasik
Sebatang kayu asing menghampiri
dengan balutan samak yang persis
Mereka ambruk!
Terhempas oleh sapuan lirih angin semilir
Semakin pucat karena
atmosfer mendekapnya ringan
Masih dua! Dua batang
yang merana duka
Roboh oleh selintas hembusan
dengan gampangnya
Surya selanjutnya terbit
mengawali dunia baru yang diharapkan cerah
Mengirimkan makna
filosofi yang telah terangkut oleh waktu yang lalu
Undang batang-batang
saudara kalian, maka siaplah menyambut keajaiban
Saling mendekatlah
meski raga melekuk berbeda-beda
Eratkan jiwa dan rasa
menjadi satu kesatuan yang abadi
Sekarang bukan lagi
satu yang renta tersiksa
Namun kini telah
berseragam dengan tameng kepedulian yang tangguh
Biar ombak yang meraung
ganas menerjang
Api yang tak penat
berkobar panas membakar
Cukup selapis rajutan keyakinan
kan melindungi kolonimu
Hari ini dan besok,
Tak usah lagi kau
tampilkan rupa-rupa sendu
Memandang getir badai
yang dulu pernah mengamuk
Tengoklah sekeliling
dengan tatapan tajam dan mantap
Berbatang-batang telah
mengikat dalam tali kasih yang syarat akan luka
Hingga berhasil mereka
terbungkus layaknya sosialita yang sempurna bahagia
Tak kan ada lagi naungan
langit gelap yang muram
Namun pelangi akan
merekah hormat menghiburmu
Percayakan sepenuhnya
jika sedih tidak akan pernah kembali
Mengusik hati yang
telah sampai duduk di singgahsananya
Tak perlu lagi punggung
tembok tegak menopangmu
Kalian dapat berdiri
teguh seteguh kisah hebat yang telah terukir kekal disana
Episode klasik kini
merambat lebat ke jantung para tunas
Siap tumbuh mengawal
titik baru dunia
Karya:
Nila Zulva Rosyida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar