Follow Us @nila_zulva

Sabtu, 29 Oktober 2022

I am Sorry Stranger

 


I am Sorry Stranger

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Suatu hari seseorang mengirimkan pesan singkat memanggil namaku melalui Twitter. Dia memanggil namaku seakan-akan kita sudah pernah bertemu dan berteman sebelumnya. Padahal tidak.

Dia orang asing yang benar-benar tak pernah kukenal sebelumnya. Sangat abstrak, tidak ada informasi yang berarti kecuali 3 hal. Dia hanya melakukan retweet di Twitter pribadinya tanpa pernah membuat cuitan tentang dirinya sendiri.

Pertama, dia meretweet informasi seputar bola, sekitar 90 persen kurasa, semuanya tentang bola. Dari itu, jelas orang asing itu penggemar bola.

Kedua, biodata Twitternya menyebut sebuah merek ‘Eiger’ dan foto profilnya hanya menampakkan bagian badan saja, full badan dalam tampilan lingkaran foto profil. Dia memakai jaket dan tas khas laki-laki pendaki. Dari itu aku menyimpulkan, kemungkinan besar dia suka mendaki.

Ketiga, nama akun Twitter miliknya adalah sebuah nama puncak gunung di Swiss. Itu semakin menguatkan bahwa orang asing itu memang suka mendaki.

Aku yang cepat kepo tentang orang asing di media sosial itu secara otomatis langsung melakukan pencarian di Google. Sedapat-dapatnya berbekal dari nama akun Twitternya saja.

Tentu saja, aku buntu tanpa hasil apapun!

Percakapan dalam pesan dadakan itu pun dimulai, but! Kesan pertama sejujurnya sudah membuatku jengkel. Bagaimana tidak, dia sebagai orang asing main tanya-tanya aja ini itu tanpa memperkenalkan diri dulu.

Ibaratnya tamu, dia langsung main nyelonong aja ke dalam rumah tanpa ketok pintu atau bilang permisi. Hm…

Bahkan, aku sampai nanya ‘siapa namanya?’ sampai tiga kali (dah masuk itungan sunnah rosul nggak tuh). Setiap ditanya namanya siapa malah balik nanya dengan pertanyaan dia. Setelah 3 kali kutanya, baru dia jawab nama aslinya yang sama sekali gak nyaut dengan nama akun Twitternya.

Dia kemudian pakai metode sat set di zaman yang emang serba sat set sekarang ini, si dia pun minta pengen ketemu. Yah.. aku yang dasar agak sembrono main ‘iya, iya aja’ pas diajak ketemuan. Yah… itung-itung buat menantang diri sendiri gitu, soalnya nggak pernah ketemuan dengan orang asing cuma berdua (mikirku begitu).

Belum genap 24 jam, jiwa overthinking-ku baru bergejolak, aku mikir sampai ke mana-mana tentang orang asing itu, dan aku agak menyesal kenapa langsung jawab iya pas diajak ketemu. Iya kalau orang baik, kalau orang jahat gimana? Apalagi aku cuma tahu namanya doang, selebihnya kagak ngarti!

Ya bukannya suudzon, cuma di zaman yang agak edan begini kan ya perlu hati-hati dan waspada dalam segala situasi dan kondisi. Sampek kepikiran, apa pas ketemuan nanti aku bawa pisau dapur aja? Aku sembunyiin di tas, buat jaga-jaga kalau ada sesuatu (ehe, maap saya korban pilem).

Setelah berpikir sampai agak pusing, aku memutuskan untuk tanya-tanya lagi ke orang asing ini. Apa alasan dia mengajak aku kenalan? Alamat dia di mana? Tanggal lahir berapa?

Dari situ, semangatku untuk kepo tentang orang asing itu dan agak pengen ketemu langsung ambyar. Usia dia ternyata agak jauh. Dia nyarinya juga yang serius pengen langsung ke jenjang sono tuh!

Setelah tau gitu, (mohon map) sejujurnya ya aku pilih mundur saja. Kayaknya jaraknya terlalu jauh dan takut gak nyambung pemikirannya. Lagian secara itungan weton juga kurang pas (ahahahaha).

Setelah itu, dia masih sempet ngajak ketemuan lagi, beberapa kali. Nanya alasan kenapa aku nolak? Ya gimana ya, kalau jadi ketemu, takutnya ntar aku kesulitan buat mundur, nggak enak bilang tidak, sebagai orang yang sungkanan, menyiksa dan susah banget buat bilang ‘TIDAK’! Hadeh….

Ya sudah, setelah aku menolak secara halus dan meminta maaf, tiba-tiba dia gone begitu saja! Coba tebak, dia memblokir akunku dong… (jujur agak kaget sih) tapi ya udahlah, beban pikiranku berkurang…

Dari itu, aku pengen ngasih sedikit saran tapi keburu diblokir, kenapa sih masnya?

Pertama. Kalau kenalan mboknya sebut namanya siapa dulu, baru permisi mau kenalan. La ini ujuk-ujuk ngirim pesan nggak jelas siapa, ya bingung lah, Anda siapa? Tahu-tahu dah nanya ini itu.

Kedua. Kalau ditanya A ya dijawab A. Bukan malah ditanya A malah balik tanya B, itu gimana konsep percakapannya?

Ketiga. Masih soal identitas. Udah tau dunia maya/media sosial itu rawan tipu-tipu, nyata apa nggak itu perlu dibuktikan. La masnya malah tampil dengan akun abstrak begitu. Ini yang diajak kenalan ya bingung dong. Ini akun beneran apa akun bot? Atau akun milik oknum siapa… gitu, kan takut… apalagi baru ngetik satu, dua kalimat langsung ngajak ketemuan, hayooo…

Ya, kalau niat dari awal pengen kenalan, ya harusnya akun medsos yang ditampilkan ditata, didesain sedemikian rupa sejelas-jelasnya, biar yang diajak kenalan itu ngerti. Ngelamar kerja aja kudu pake CV yang JELAS dengan desain menarik, apalagi mau ngelamar anak orang? Tolong ya… (terima kasih)

Keempat (terakhir). Tentang Tindakan memblokir saat yang diajak kenalan nggak mau. Menurutku ini agak gimana…. gitu. Kesannya kayak tidak menerima dengan penolakan itu. Menurutku sih nggak perlu sampai memblokir, apalagi orang yang nolak juga pakai kata-kata yang masih sopan. Gimana ya, ya gitulah, agak disayangkan aja Tindakan pemblokiran ini. Tapi ya hak dia, suka-suka dia, monggo…

Ya… mungkin itu memang cara dia buat segera move on, atau mungkin merasa kecewa lantas memblokir saja biar kecewanya nggak berlarut-larut?

I don’t know sikapku dalam tulisan ini kayaknya masih salah ya, tapi itu pendapatku

Sekian terima kasih…

Salam coret!

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

😊

Tidak ada komentar:

Posting Komentar