Sunset
in Tokyo
Matahari menampakkan
sinarnya, membangunkan bunga kuncup, meneteskan embun yang membeku. Pantulannya
menyilaukan mataku dipagi pertama di kota impianku (Tokyo, Jepang).
Aku segera beranjak dari
tempat tidurku untuk menikmati sejuknya pagi ditemani hangatnya kopi di teras
depan apartemen di kota indah ini.
Tak kusangka, aku telah
berada disini, di kota ini, hanya dengan mengucap harapan dengan terus diiringi
kerja keras dan do’a. “akhirnya Kau wujudkan semua ini Tuhan.. Terima kasih,”
ucapku dengan mata berkaca-kaca.
Selesai minum kopi, aku
segera mandi, sarapan, terus lanjut jalan-jalan sama teman satu kamar sekaligus
jadi partner satu-satunya dari Indonesia.
***
Sekarang aku dan temanku
Lexy, sedang berjalan-jalan di taman pusat kota. Suasana disini begitu indah,
sejuk, bersih, dan rapi. Orang-orang disini sangat ramah, mereka saling menyapa
satu sama lain.
“Mela, kalau kamu aku
tinggal sendiri tidak apa-apakan? Aku ada janji dengan temanku,” Ucap Lexy
padaku.
“iya tidak apa-apa kok,”
kataku menjawab. “ya sudah aku tinggal dulu ya,” ucapnya lagi seraya pergi
smbil melambaikan tangan padaku, akupun membalasnya dengan senyum.
“hmm.. cari makan dulu
ah...” gumamku dalam hati. Aku berjalan menyusuri setiap sudut kota ini, seakan
aku tidak ingin melewatkan sedikitpun keindahan dari “Smart Country” ini. Sampai
akhirnya aku berhenti di depan kedai sederhana di kota Tokyo ini. Saat aku
masuk, akupun langsung disambut oleh pelayan di kedai. Dia memberikan daftar
menu padaku, disini tentu saja aku memesan semangkok soup dan segelas minuman
khas Jepang. Sambil menunggu pesanan datang, aku melihat lukisan-lukisan di
dinding yang menggambarkan sejarah dari kedai ini. Sesaat kemudian, pesananku
datang,
“selamat menikmati,” kata
seorang pelayan dalam bahasa Jepang. “arigato..,” ucapku membalas. Setelah
selesai makan aku kembali ke apartemen.
***
Malam ini aku sedikit
sibuk, aku harus segera menyiapkan semua persiapan berupa dokumen untuk
presentasiku besok. Setelah itu, aku segera istirahat alias tidur.
***
Pagi menyapa, aku segera
terbangun dan bersiap menuju Universitas Kagistuma, salah satu universitas di
Tokyo. “saatnya untuk memulai perjuangan kembali meraih sesuatu yang lebih
baik.” ucapku pada diri sendiri. Setelah sampai, aku menunggu sambil melihat
orang-orang yang telah hadir disana, yaitu para pemimpi yang akan menyampaikan
visinya masing-masing. Akhirnya tiba giliranku, namaku sudah dipanggil! Rasa
tegang menemani langkahku ketika aku maju ke depan. Sebelumnya, aku berdoa dan
mengambil nafas agar aku bisa lebih tenang. Pertama, aku mengucapkan sapaan
kepada hadirin yang telah hadir , setelah itu aku mulai menyampaikan hasil
kerjaku, yaitu tentang “keanekaragaman budaya Indonesia”, serta visi utamaku
adalah mengenalkan budaya Indonesia ke kancah internasional.
“I think that’s all,
and.. thanks for your attention.” Ucapku mengakhiri presentasiku, lalu aku
berjalan kembali ke tempat duduk. “Akhirnya selesai juga, huh.. lega..” pikirku
dalam hati.
Jam menunjukkan pukul
13.00, nggak nyangka acaranya sudah selesai. Semua pesertapun saling berjabat
tangan satu sama lain termasuk aku juga, aku sangat senang bisa bertemu
orang-orang hebat disini apalagi bertemu para profesor, aku sngat senang!.
“Mela, your presentation
is very good, congratulation!” kata salah seorang profesor sambil menjabat tanganku.
“yes, thank you
profesor,” balasku sambil tersenyum.
***
Karena tadi aku belum
makan siang, akupun mengajak Lexy untuk pergi ke sebuah rumah makan,
“Lexy, cari makan yuk,”
“maaf aku tidak bisa, tugasku
belum selesai masih banyak nih, soalnya aku masih ada presentasi lagi besok,
sorry ya, “ ucap Lexy seraya pergi.
“oh, ya sudah kalau
begitu hati-hati ya,” jawabku sambil melambaikan tangan padanya.
“iya, kamu juga!” balas
Lexy.
Akupun langsung menuju
kedai yang kemarin aku kunjungi. Ketika aku sedang duduk menunggu makanan
datang, tiba-tiba.. “Mela! Kamu Mela kan? Ini aku Rio, ingat waktu SMA?” ucap
seorang pemuda datang dihadapanku. Eh, siapa? Ucapku dalam hati sambil mencoba
mengingat.
“oh, Rio anak kelas XII
IPS 1 itukan?” kataku bersemangat.
“iya” jawabnya sambil
tersenyum. “kok kamu disini? Kuliah?” tanyaku pada Rio.
“ah, nggak, aku lagi
jenguk eyangku, yang kebetulan beliau sedang sakit,” jawabnya. Aku dan Riopun
mulai berbincang-bincang dan mulai berbagi cerita, termasuk berbagi nomor
telepon, setelah itu aku dan Rio pulang bersama.
***
Sebenarnya, aku mengagumi
Rio dari kelas 2 SMA. Aku menyukainya, tapi dia selalu sudah punya pacar. Terus
dia seringkali mengabaikan aku, nggak ngrespon sama sekali. Tapi, rahasia Tuhan
memang mempertemukan aku dengannya siang tadi, di kota indah ini, senang
rasanya. Aku mulai menuliskan moment bahagia bertemu dengannya di buku Diary.
“kring.. kring.. kring...” Tiba-tiba telepon genggamku berbunyi.
“Halo, siapa ya?”
tanyaku.
“ini aku Rio,” jawab
seseorang di telepon yang ternyata Rio!.
“eh, kamu, ada apa?”
tanyaku lagi.
“ehm... kamu bisa nggak
kalau besok aku ajak jalan-jalan keliling kota?” jawab Rio lagi sambil
menawarkan rencananya.
Apa? Rio ngajak jalan?
Pikirku tidak percaya, seketika hatiku merasa gembira. “halo? Mel, kok diam? “
Tanya Rio menunggu jawabanku.
“apa? Eh, iya, aku bisa,”
ucapku gelagapan.
“ya sudah, besok aku
jemput ya,” balasnya sambil menutup telepon. Sejenak aku merasa heran,
tiba-tiba saja Rio ngajak aku jalan, oh my God, betapa senangnya diriku. Akupun
langsung segera tidur, biar cepat pagi. ^_^
Sang surya terbit
kembali, aku segera bangun dan mempersiapkan diri. Hari ini adalah hari yang
indah buatku, Rio ngajak jalan! Berkali-kali terbayang dipikiranku. Pukul 08.00
pagi ini Rio datang, akupun langsung berangkat. Disepanjang waktu di hari ini,
aku berbagi banyak cerita, berbagi tawa bersama Rio. Hari-hari telah berlalu,
dan aku semakin akrab dengannya. Sampai pada suatu hari, aku duduk berdua
dengan Rio, dipinggir pantai di sore hari sambil menunggu datangnya sunset.
“Mela?” ucap Rio
tiba-tiba memanggil namaku.
“iya? Ada apa?”
“sebenarnya aku mau
bilang masalah ini dari dulu, tapi aku takut kalau kamu.. “ belum selesai Rio
melanjutkan ucapannya tiba-tiba Handphoneku berbunyi. “kring.. kring..
kring...”
“eh, sebentar ya, ada
telepon,” ucapku seraya pergi agak menjauh dari Rio.
“ya, ini siapa?” kataku
mengawali pembicaraan di telepon.
“SELAMAT!, kamu mendapat
nilai terbaik dalam presentasi visi!” mendengar ucapan tersebut aku langsung
merasa sangat senang. “apa benar? Nggak bohongkan? Terima kasih banyak...”
“Rio! Aku seneng banget,
tau nggak, aku dapet nilai terbaik buat presentasi kemarin wow...” kataku lagi
dengan penuh semangat.
“benarkah? kalau begitu
selamat ya,” balas Rio kepadaku.
“iya, terima kasih, oh
iya, kamu tadi mau bilang apa?”
“ehm... aku mau bilang
kalau aku... aku... cin..ta sama kamu,”jawab Rio malu-malu.
“apa? Kamu suka sama aku?
Kamu nggak bercandakan?” ucapku setengah tidak percaya. Benarkah dia
mengucapkan itu? Aku tidak percaya dia mengatakannya, rasanya aku pengen
teriak!!!.
“ehm... bagaimana Mel?”
tanya Rio lagi menghamburkan aku yang masih terkejut akan kata-katanya tadi.
“aku... sebenarnya juga
suka sama kamu,” jawabku sambil tersenyum malu.
Sesaat kemudian dengan
raut muka bahagia, Rio mengambil sebuah kalung dari saku celananya, memintaku
untuk memakainya, dan tentu saja aku mau. aku dan Rio saling bergandengan
tangan, sembari melihat indahya sunset di sore hari yang begitu indah ini di
Tokyo, bersama dengan bersatunya dua hati yang disebut CINTA.
THE END
Karya: Hana Satria Sakti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar