Si Gadis
Cerita
serpihan daun trembesi kini berhenti, karena gadisnya telah pergi, katanya
Berulang-ulang
sang orange terbit, selanjutnya melambai ditelan sang barat,
Ia selalu
bertanya lewat cahaya
Petak-petak
paving yang berlumut juga tidak mengabarkan,
Tak pernah
absen hingga ia pekat lekat merapat
Kemana si
gadis dengan langkah ringan kakinya?
Yang membelai
debu disetiap pijaknya?
Ah...
rupanya si debu tetap rindu tiap hempas sepatunya
Ia, yang
bersuara lirih nan tulus, berkeluh kesah pada kami,
Yang
senyatanya bisu dimatanya,
Bibirnya
yang pucat terkadang tersenyum sangat sedikit,
Namun cukup,
meluluhkan secercah sinar, memeluk kami
Kemana dia?
dan pohon masih berdoa, menoleh memanjangkan kayunya
Berharap
mereka mendengar sunyi suara khasnya, kenapa?
Karena hanya
merekalah rindunya, merekalah sebongkah hatinya,
Hati yang
meringis dan menangis
Yang
istimewa ia persembahkan kepada mereka,
Para debu
yang bersahabat, biji trembesi yang lumer terinjak, dan sang mentari, yang
selalu indah melukis cahaya disela-sela ranting, tanpa kanvas, tanpa kuas
Penulis: Nila Zulva R.
01 Maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar