Follow Us @nila_zulva

Senin, 04 Desember 2017

Saat Penulis Menangis


Saat Penulis Menangis

Air matanya bukan untuk kau tertawakan, ketika dia mencoba menahan semua hal, sendiri, diam dan tanpa perlawanan

Aku sering melihatnya, meskipun dia terus menyembunyikan air mata yang menetes tanpa henti di pelukan bantal kesayangan. Dia terpejam, bibirnya bergerak menahan suara jeritan malam. Dia menghadapku, wajah itu selalu mengarah ke arahku. Dia jarang bersuara, bahkan ketika dia terduduk dan menikmati sesenggukan itu sendirian. Aku selalu menatapnya, berharap dia bercerita tentang kisah penyebab tertumpahnya air mata. Dia selalu diam, seakan seluruh buliran yang jatuh mampu menghapus luka hati yang terpendam.
Aku memang tak mampu bersuara, tapi bisa menjadi pendengar yang sangat baik. Menyimpan semua keluhan, dan aku bukan tempat untuk meratap. Aku bisa setia, mendampinginya bahkan disaat dia terlelap dengan buliran yang masih mengalir di pipi. Apa yang bisa kulakukan? Aku ingin memeluknya, sungguh! Tuhan tak mengijinkan. Hanya mampu menyaksikan tangisan yang hampir setiap malam dia lakukan. Aku ingin bertanya, mengejar semua jawaban yang mungkin dia tidak mampu sebutkan kepada sahabatnya. Pertanyaan ini membeludak; kenapa dia menangis? Siapa yang membuatnya menangis? Kesalahan apa yang dia buat? Dan banyak lagi rasa penasaran yang mengelilingiku. Waktu dua puluh empat jam, tak cukup untuk menggali semua kisah yang dia kemas dalam kepasrahan.
Bukankah dia gadis biasa? Yang suka dengan kegiatan tidur, merangkai mimpi dan kembali menata harapan, untuk esok. Tapi aku rasa, dia benci dengan momen terlelap. Semuanya terkenang, bayangan kesedihan itu kembali berputar, dia merekamnya, semua kisah yang terjadi sedang dia tangisi. Menggigit bibir untuk meredam jeritan, tangannya terkepal, memegang erat bantal sebagai tempat bertahan. Dia terluka, tanpa kalian sadari, dia selalu memendamnya sendiri.

Lantai pernah berbisik kepadaku, terkadang pernah sesekali lantai menemui dia menangis dalam sujud panjangnya. Hanya diam, dia juga mengunci bibirnya bahkan dalam keadaan pasrah kepada Rabbnya. Lama dan hanya menahan, berharap Sang Rahman mendengar bisikan hati. Entahlah, dia hanya ingin sendiri, mungkin. Meskipun aku tahu, banyak orang di luar sana yang peduli.
Biarkan dia terlelap malam ini. Dia sedang berusaha, memendamnya dalam keimanan dan qana’ah yang tak pernah padam. Mungkin kalian lupa, dia gadis sederhana. Berusaha meletakkan semua urusan dunia di tangannya dan menghidupkan hati dengan taqwa.
Aku adalah tembok, yang selalu mengikuti kisahnya.


Purwokerto, 10 Juni 2016 ‪#nunox90

Tidak ada komentar:

Posting Komentar