HUNTING ALONE
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sendiri itu... bebas, lepas,
tanpa, batas, :D
Anugerah semester akhir, lumayan
banyak waktu luang, alhamdulillah
Hari Selasa waktu itu, pukul 07.00
WIB pagi, aku masih duduk termenung di dalam kamar kos. Duduk menyandar tembok
sambil anteng memandangi layar laptop
14 inchi. Membosankan! Kupandangi benda lain, sebuah kamera Nikon yang kusewa
kemarin. Aku menatap lensa besar itu lamat-lamat, lalu kukatakan pada diriku
sendiri, aku harus Minggat!
Eits! Tidak secepat itu Ferguso!
3 jam aku berkutat dengan rasa bosan, mager, dan malas! Payah! Dasar anak kos,
yang kalau kesentuh kasur, bagai terjun ke tempat paling nyaman seantero dunia.
3 jam aku berusaha mengumpulkan semangat, kekuatan, dan motivasi yang kucari
sendiri, aku menceramahi diriku sendiri, sesekali memaki diriku sendiri, supaya
aku bergerak keluar dari kos-kosan, iya, sampai segitunya!
Next! Pukul 10.00 WIB tepat, aku bersiap-siap, mengenakan ransel
[berisi kamera, air sebotol, buku, pulpen, smartphone,
dan dompet], sepatu kets, dan memakai masker hitam. Alasanku memakai masker
ialah supaya aku tidak dikenal orang dan membuatku lebih PD keluyuran, hehe.. konyol bukan?! Padahal
sejujurnya, aku agak kurang nyaman memakai masker, karena pernafasanku sedikit
terasa sesak, namun bodo amat.
Aku memutuskan keluar sendiri,
karena temanku sibuk semua, eh, nggak juga sih, ada temanku laki-laki, tapi
kalau keluar hanya berdua, tidak! Mending aku keluar sendiri, yeah! Tujuanku sudah
bulat kuputuskan ialah pergi ke Pasar Tanjung dan Alun-alun Jember. Kampus
sebenarnya sudah cukup menarik untuk dipotret, tapi kadar PD ku kurang cukup,
karena dipastikan ada beberapa orang yang mengenalku [itu membuatku kurang
nyaman, hm... aku sendiri tidak mengerti mengapa begitu!?], jadi aku lebih
memilih pergi ke tempat dimana aku tidak mengenal mereka dan begitupun mereka,
tidak mengenalku.
Karena tidak punya kendaraan sepedah
motor, aku jalan kaki. Aku berjalan kaki dari kos ke tempat dimana angkutan
umum biasa lewat [sekitar kampus], membutuhkan waktu 15 menit. Lanjut! dari
kampus ke pasar tanjung sekitar... berapa ya? Mungkin juga 15 menit, naik
angkot, bayar Rp. 5.000 saja. Di dalam angkot, di depanku, duduk sepasang kakek
nenek, wajah mereka lumayan keriput, ya iyalah! Wkwk. Aku membuka masker, biar
aku leluasa bernafas, sekian menit kemudian, aku memberanikan diri mengeluarkan
kamera, merekam suasana di dalam angkot, dan mengarahkan lensanya ke sepasang
kakek nenek tadi. Sudah, kumasukkan lagi kamera ke dalam tas.
Ah... akhirnya, sampai juga di
Pasar Tanjung. Tanpa tengok kanan kiri, aku langsung bablas masuk ke dalam pasar, tak lupa, aku memasang masker lagi,
menutup separuh wajahku. Aku naik ke lantai dua, karena ku tahu di lantai
bawah, kondisi lumayan ramai dan sudah pasti aku tidak akan berani mengeluarkan
kamera dan mengambil gambar, wkwk
Aku benar-benar keluyuran seperti orang hilang!
Sendirian! Hampir semua mata penjual, pembeli, maupun penghuni di dalam pasar
yang lain, menatapku dengan tatapan aneh. Bagaimana tidak? Kebanyakan mereka
adalah kalangan bapak-bapak dan ibuk-ibuk yang sibuk dengan kegiatan khas jual
beli mereka, sedangkan aku, yang masih bocah, tiba-tiba nongol, dengan tampilan
berbeda, pakai masker pula, macam ninja! Mondar-mandir nggak jelas, hehe....
Tapi aku mencoba tegar, tidak menggubris, bodo amat, hidup-hidup gue! Jujur
pikiranku agak bingung, aku jarang sekali masuk pasar, apalagi di lantai 2, aku
sama sekali tidak tahu denah tata letak pasar seperti apa? Mana jalan masuk dan
keluar?
Aku, yang tanpa kusadari, telah berjalan
lumayan cepat dan agak tergesa-gesa, membuatku seperti orang hilang betulan,
aku terus melangkah melewati barisan pedagang yang riuh berjejalan, sambil
celingukan kanan kiri, mencari tempat yang menarik untuk dipotret dan sepi,
hehe... namun sensasi keluyuran itu,
sangat kunikmati, itu benar-benar menyenangkan! Serius!
CRINGE MOMENT!!!
WOAH! Ketika aku sumringah
menemukan lorong sepi di dalam pasar, aku baru sadar, langkahku benar-benar
salah besar! OUCH! Aku kepergok! Eh
salah, aku yang memergoki! Ya Allah...
Astaghfirullah... jantungku
berdebaran sesaat cuy! Aku terlanjur berbelok ke sana dan tidak etis kalau aku
berbalik arah [menurutku], maka aku memutuskan dan memberanikan diri terus
melaju, menatap kedepan, seakan-akan aku tidak tahu apa-apa. Iya! Aku tidak
peduli itu! Itu? Itu apa? Hm.. haruskah ku tulis? Ouch! Aku memergoki seorang bapak-bapak yang sedang kencing di
dalam pasar, di lorong jalanan, bukan di kamar mandi! Beliau berdiri di depan
toko tutup, dekat tumpukan keranjang kayu [yang biasa digunakan untuk menampung
telur ayam] yang lumayan tinggi, dan aku dengan wajah tidak berdosa lewat di
sampingnya! Hm.. tidak sedekat itu, mungkin sekitar 1 meter jarak antara aku
dan beliau. Eits! Aku juga tidak melihatnya secara jelas! Yang benar saja!? Anu!
Tentu saja! Aku hanya tahu wajah bapaknya sekilas, itupun tidak jelas, karena
tempat itu, alhamdulillah agak gelap,
dengan sisi kanan dan kiri adalah toko yang sedang tutup [tidak berjualan]. Aku
sendiri begitu menyadari disitu sedang ada bapak yang kencing aku segera
mengalihkan pandangan, ya iyalah! Oh, sensasi yang cringe sekali!
Oke lanjut! Akhirnya aku
menemukan sisi paling pinggir dari pasar, jadi aku bisa melihat jalanan dari
lantai 2, lega sekali, tempat itu juga sepi, tidak ada penjual, hanya toko
tutup, dan terdapat beberapa bangku kayu bertumpukan tak terpakai yang berdebu.
Senangnya! Aku bisa mulai memotret dan merekam, sampai puas, meskipun aku
sesekali menengok ke segala arah, waspada, hehe... mungkin ada bapak/ibu yang
lewat dan memandangku aneh.
Next! Aku masih berputar di dalam
pasar, mondar-mandir nggak jelas, kepalaku agak pusing sedikit, karena aku tak kunjung
menemukan tangga turun. Sekian menit kemudian, aku justru sampai di tempat para
penjual daging. Di sini lebih sepi, penjualnya kebanyakan laki-laki sudah
bapak-bapak, jalannya lengang dan agak lebar, tidak sesempit area sebelumnya.
Aduh! Aku semakin diperhatikan dan lebih aneh! Untung mereka diam saja.
Akhirnya aku menemukan sisi paling tepi pasar yang lain, disini lebih terang
dan luas, angin terasa semilir bertiup. Aku memotret dan merekam lagi.
Tiba-tiba ada seorang kakek di belakangku, sedang duduk sambil terus memperhatikan
aku yang sibuk mengoperasikan kamera. Begitu selesai, aku disapa dan diajak
bicara, mengobrol sedikit. Aku dengan senang hati duduk di samping beliau.
Entah kenapa, rasanya menyenangkan dan nyaman saat duduk di samping orang tua
seperti itu, dan aku suka itu. Setelah sekian menit berbincang-bincang, aku
tertarik mengabadikan sosok kakek ini dengan kamera, hehe... Dan aku merasa
lebih sumringah sambil meringis, ketika kakek tampak mempersiapkan diri,
merapikan baju dan penampilannya, serta mengubah sedikit posisi duduknya,
padahal aku tidak minta, hehe... [mungkin kakek ini merasa senang saat
dipotret, seperti seakan-akan bakal termuat di surat kabar terkemuka, hehe...].
Saat aku mulai memotret aku merasa terhormat, wkwk sensasinya macam memotret
veteran pejuang perang yang sangat hebat. Padahal bukan. Ah, tidak, kakek tetap
pejuang yang hebat, beliau kuli di pasar, bekerja keras sejak puluhan tahun
lalu, punggungnya dipastikan sangat kuat, ah... bapak, Siti Salman, beliau
kakek, tapi namanya ada kata Siti nya, unik! Terima kasih Pak, J
Puas di pasar, aku segera pergi
ke tempat lain, aku berjalan kaki lagi. Aku pergi menuju jembatan
penyeberangan. Disepanjang berjalan di trotoar aku benar-benar senang. Barisan
gedung-gedung tua yang saling berhimpitan, selalu menyenangkan pandanganku. Dari
jembatan penyeberangan, aku bisa melihat jalan raya bercabang yang unik.
Membentuk huruf Y. Begitu sampai di atas, aku berhenti, tentunya untuk
keperluan memotret dan merekam kemanapun. Aku mondar-mandir di atas jembatan
lumayan lama. Matahari lumayan terik sebenarnya dan aku merasa sedikit
kepanasan, tapi... masa bodoh, ada view bagus yang harus ku potret.
Dari jembatan aku segera naik
angkot lagi, kali ini menuju alun-alun. Huah! Di alun-alun lebih bebas, karena
lumayan sepi, lapang, dan sejuk, pepohonan kelapa sengaja berbaris mengisi
tanah lapang di alun-alun. Di sana juga terdapat anak-anak usia di bawahku,
jadi membuatku lebih merasa nyaman dan leluasa. Aku kembali merekam dan
memotret.
Hari itu lumayan melelahkan, tapi
juga menyenangkan. Dari alun-alun, aku pulang, naik angkot lagi.
Keluyuran sendiri, hm... aku merasa dunia milikku sendiri, egois?!
Bukan! Maksudku, sensasi kamanapun sendirian, rasanya unik! Kau harus berjalan
kemanapun sesuka hatimu, tanpa perlu khawatir tentang apapun dan siapapun! Ingin
kucoba lagi, hehe...
Sekian, terima kasih
Salam coret! :)
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
By: NZR
Sendiri itu... mandiri,
menantang, khas, menyenangkan, dan bebas, tapi sejujurnya... ditemani seseorang
tetap akan lebih seru!
J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar