AGAK LEBAY? TAPI KADANG NYATA ADANYA
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Melalui tulisanlah semuanya
[pemikiranku] bisa memiliki tempat, hak bebasnya, dan hak hidupnya. Aku tak
ingin lagi membunuh diriku sendiri dalam imajinasiku, menumpas segala
pemikiranku hanya karena berbeda dari kebanyakan orang. Satu-satunya tempat yang
paling cocok ialah tulisan. Aku tidak percaya lagi kepada manusia 100%, juga,
aku masih amat sangat sulit mengatakan bahwa ada kata ‘sahabat’ yang bisa
kusematkan pada manusia. Bagiku istilah sahabat seperti mitos, antara ada dan
tiada dalam kamus hidupku. I am sorry...
Aku benar-benar tak pernah curhat atau
cerita kepada siapapun tentang apapun yang terjadi dalam diriku. Untuk hal
normal dan ringan tentu aku masih bisa bercanda dan berbagi dengan teman, tapi
yang bagiku menyinggung privasi sedikit saja, aku memilih menyimpannya untuk
diriku sendiri, sepahit apapun dan sehancur apapun. Aku telah berhenti curhat
sejak SMP akhir, saat SMA aku benar-benar menelan semuanya bulat-bulat untuk
diriku sendiri, tanpa pernah bercerita kepada siapapun. Aku benar-benar akan
berpikir berkali-kali dulu, sampai kepalaku pusing, mempertimbangkan segalanya,
apakah aku perlu curhat? Dan tentu, konflik batin akan selalu menyimpulkan
jawaban yang sama, tidak perlu curhat! Sejujurnya dengan menahan semuanya, aku
sendiri merasa diriku sumpek, bingung, dan seperti terjadi ledakan-ledakan di
dalamnya, karena segala emosional yang kutahan sendiri tanpa pernah kubagikan.
Why?
Aku sadar, betapa memang benar-benar BENAR apa yang diungkapkan oleh sahabat
nabi yang cerdas dan mulia ini,
“Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada
siapapun. Karena yang menyukaimu tidak membutuhkan itu, dan yang membencimu
tidak mempercayai itu.” – Ali bin Abi Thalib
Aku
benar-benar membuktikannya secara nyata, aku diam-diam memperhatikan, meneliti
setiap sekian detik yang berlangsung ketika aku sedang berinteraksi dengan
temanku atau siapapun itu. Aku selalu berusaha menjadi pendengar yang baik,
menanggapi apa yang ia tanyakan atau ucapkan, memahaminya, memberikannya
perhatian penuh. Lalu, pada saat tertentu, aku mencoba berargumen, menceritakan
apa yang bisa kuceritakan, kuharap aku mendapat respon yang sama, [memang
dasar! Jangan berharap kepada selain Allah] tahukah apa yang kudapat? Aku sama
sekali tak melihat perhatian lawan bicaraku pada argumen yang sedang
kusuarakan, mereka justru sering memotong cepat dan mengganti topik pembahasan
sebelum aku selesai berbicara. Maka, yang terjadi, pada kesadaran saat itu
juga, aku merasa tertikam dengan kesakitan tertahan yang amat sakit, rasanya
persis tepat di jantung yang berdenyut semakin tak karuan, sakit sekali. Aku
tidak hanya mengalaminya sekali, tapi berkali-kali dan beberapa orang, ah... [sad]
Aku benar-benar tidak mengerti, bahkan
sekadar mendengarkan ceritaku sampai selesai, mereka seperti tidak tahan, tidak
tahan untuk lebih menceritakan ceritanya sendiri. Mereka sama sekali tak
menaruh perhatian sedikitpun pada apa yang kuucapkan. Aku lelah, aku.. aku
benar-benar tidak mengerti lagi... [cry?]
Jadi, bukti nyata kata-kata luar biasa
dari Ali Bin Abi Thalib benar-benar telah memberiku pelajaran, aku yang memang
sudah seperti patung pasti akan lebih menjadi patung kuadrat, karena yang
kutahu, orang lain tak akan pernah peduli dengan apa yang kuceritakan, tak akan
pernah peduli! Itu sudah cukup! Aku tak perlu lagi repot mengoceh tentang
apapun, karena semuanya tak ada artinya bagi orang lain, bersimpuh
dihadapan-Nya pasti lebih nikmat, nyaman, mendapat perhatian full, dan pastilah pilihan yang amat
sangat tepat!
Sekian
Terima Kasih
Salam Coret!
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar